
Bulan Rajab adalah salah satu dari al-Asyhurul Hurum
yang disebutkan di dalam al-Qur’an, sehingga disebut Rajabul Fard,orang-orang
jahiliah meyakini berbagai keyakinan berkaitan dengan bulan yang satu ini-di
antara keyakinan-keyakinan itu ada yang dibenarkan oleh Islam dan ada pula yang
dihapus-.
Begitu pula di zaman modern ini,begitu banyak kaum muslimin
yang mengerjakan ibadah-ibadah serta amalan-amalan yang mereka anggap sunnah
Rasul dan bagian dari agama ini padahal itu semua jauh dari agama nan mulia
ini,oleh karena itu para ulama terdahulu memberi perhatian khusus dalam
menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan bulan Rajab ini,Imam Ibnu Dihyah
menyusun sebuah kitab yang diberi judul”Ada’u
Ma Wajab min Bayanil Wadhdha’in fi Rajab” begitu pula al-Hafidz Ibnu Hajar
menyusun kitabnya”Tabyinul Ajab Fima Warada fi Fadhli Rajab” berkaitan
dengan bulan Rajab.
Berikut ini akan kami ketengahkan beberapa hal penting
berkaitan dengan bulan Rajab ini:
Hal Pertama:persangkaan sebagian orang mengenai shahihnya
hadits :
أَنَّ
النَّبِيَّ-صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-قَدْ دَعَا:اَلَّلهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَب وَشَعْبَانَ,وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Bahwasanya
Nabi pernah berdo’a:Ya Allah berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Sya’ban
serta sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan”
Ketahuilah bahwasanya hadits ini tidak shahih walaupun
sebagian orang bersandar pada hadits ini dalam memanjatkan do’a khusus di bulan
Rajab serta do’a khusus untuk meminta keberkahan di bulan Sya’ban,meskipun
tidak ada keraguan sedikitpun bahwasanya bulan Rajab merupakan bulan yang penuh
berkah-karena ia termasuk al-Asyhurul Hurum- akan tetapi hal ini tidak
berarti kita mengkhususkan bulan ini dengan hal-hal yang tidak diperintah oleh
syari’at nan agung ini.
Adapun berdo’a secara umum[1]
maka tidak ulama yang melarangnya,namun yang menjadi masalah adalah mengkhususkan
do’a tertentu dan mengaitkannya dengan bulan tertentu tampa ada dalil shahih
yang menjadi sandarannya.
Hal Kedua:Sebagaimana masyarakat mengkhususkan bulan
Rajab ini dengan do’a tertentu,mereka juga mengkhusukannya dengan sebuah shalat
yang mereka sebut “Shalat Ragha’ib”,dengan 12 raka’at dan 6 salam,dilakukan
antara shalat magrib dan isya’ pada malam pertama dari bulan Rajab,kita
katakana bahwa shalat ini tidak disyari’atkan dan tidak ada dalilnya dari Sunah
Rasulullah.
Hal Ketiga:sebagaimana kita tidak boleh mengkhususkan
bulan ini dengan do’a serta shalat tertentu maka tidak boleh pula kita
mengkhususkannya dengan puasa sebulan penuh atau sebagian hari-hari bulan yang
mulia ini,karena sebagian orang mengkhusukan awal Rajab,atau pertengahan Rajab
atau akhir Rajab dengan berpuasa,semua ini tidaklah disyari’atkan serta tidak
ada dalil yang layak dijadikan sandaran.
Namun perlu digaris bawahi,apabila seseorang telah terbiasa
melakukan puasa ayyamul biidh (puasa tanggal 13,14 dan 15 setiap
bulannya) atau orang yang terbiasa berpuasa hari senin dan kamis setiap
minggunya lalu puasanya itu bertepatan dengan bulan Rajab maka ini tidak
mengapa,karena yang menjadi masalah adalah mengkhususkan sebuah amal ibadah
tertentu dan mengaitkannya dengan kedatangan bulan ini.
Begitu pula kita katakan berkaitan dengan melaksanakan
umrah,sebagian para sahabat di antaranya adalah Abdullah bin Umar mengira bahwa Rasulullah pernah melakukan
umrah pada bulanRajab namun hal ini diingkari sendiri oleh A’isyah serya
berkata:Rasulullah hanya melakukan umrah empat kali saja dan saya ikut serta
dalam semua umrah beliau itu,lalu Ibnu Umarpun terdiam.
Namun sekali lagi perlu digaris bawahi bahwa orang yang
melakukan umrah pada bulan Rajab tampa berkeyakinan bahwa umrah di bulan ini
mempunyai fadhilah tertentu maka hal ini tidak menjadi masalah.
Hal Keempat:keyakinan sebagian kaum muslimin tentang
terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj pada hari ke-27 atau pada malam ke-27 dari
bulan ini padahal tidak ada dalil yang kuat tentang hal ini,walaupun kita
meyakini tampa ada sedikit keraguan bahwasanya peristiwa Isra’ dan Mi’raj
ini memang terjadi sebagimana
ditunjukkan oleh dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah Allah berfirman:
سُبْحَانَ
الَّذِيْ أَسْرَ ى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ
مِنْ آيَاتِنَا
“Maha suci
Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil
Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami”.
Adapun berkaiatan dengan upacara hari raya maupun peringatan
terhadap peristiwa Isra’ Mi’raj yang diadakan oleh sebagian kaum muslimin,maka
kita mengatakan:bahwa peristiwa besar semacam ini telah diketahui oleh orang
terdahulu serta generasi-generasi terbaik ummat ini,akan tetapi mereka tidak
memperingatinya,oleh karena itu maka acara-acara serta peringatan-peringatan
semacam ini tidaklah termasuk sunnah Nabi,seandainya peringatan-peringatan itu
baik maka generasi-generasi terbaik ummat ini pasti akan melakukannya.
Hal Kelima:ada sebuah sunnah mahjurah(jarang
diamalkan) yang tidak diketahui oleh banyak orang berkaitan dengan bulan Rajab
ini,oleh karena itu kita sering mengatakan banyak orang yang berlomba-lomba
melaksanakan amalan-amalan bid’ah sementara disana sekian banyak sunnah-sunnah
yang terlalaikan serta terlupakan,walaupun masalah yang akan kami sebutkan ini
merupakan masalah khilafiyah,akan tetapi dirajihkan oleh Syaikh Abu Abdirrahman
Muhammad Nasiruddin al-Albany,sunnah mahjurah yang kami maksuda adalah al-Atiirah
yaitu menyembelih semblihan yang dilakukan di bulan Rajab semata-mata untuk
mendekatkan diri kepada Allah,sebagaimana dalam riwayat Abu Daud:
عَلىَ كُلِّ
أَهْلِ بَيْتٍ فِيْ كُلِّ عَامٍ أُضْحيَةٌ وَعَتِيْرَةٌ
"Wajib atas setiap keluarga menyembelih hewan qurban(pada
hari raya I’edul Adha) dan menyembelih al-Atiirah(pada bulan Rajab) setiap
tahunnya”
Walaupun ada riwayat
lain yang berbunyi:
لاَ فَرْعَ
وَلاَ عَتِيْرَةَ
‘Tidak ada lagi
penyembelihan fara’[2]
dan atiirah”
Sepintas terlihat riwayat ini menjadi naasikh (pembatal/penghapus)
riwayat pertama yang menyatakan perintah untuk menyembeliha Atiirah[3]akan
tetapi sebenanarnya riwayat ini bukan naasikh,sebagaimana dikatakan oleh Syaikh
al-Albany riwayat ini hanya sekedar mengangkat hukum wajibnya menyembelih
Atiirah,artinya menyembelih Atiirah hukumnya adalah sunnah tidak wajib karena
adanya riwayat yang kedua ini-Allahu A’lam-.
Diterjemahkan dan
disarikan oleh admin
Dari text
Muhadharah/Khutbah
Syaikh Ali Hasan
al-Halaby berjudul
بدع شهر
رجب والتنبيه على ما صح من السنن
www.alhalaby.com
[1]
Misalnya berdo’a dengan do’a di atas tampa meyakini bahwasanya do’a tersebut
diucapkan oleh beliau maka tidak apa-apa.
[2]
Fara’ adalah penyembelihan binatang yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah
untuk berhala-berhala mereka,binatang yang mereka sembelih adalah anak pertama
dari hewan peliharaan mereka.
[3]
Sebagaimana pendapat para ulama lainnya,mereka mengatakn riwayat yang kedua ini
menjadi naasikh dari riwayat pertama
0 Response to "Beberapa Hal Penting Tentang Bulan Rajab"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.